Powered by Blogger.

SANDWICH TOAST

Feelings and thoughts of mine



Pada akhirnya aku hanya akan memakluminya. Mengambinghitamkan sesuatu bernama waktu; bahwa memang ia yang belum berpihak pada kita. Meski kita sama-sama tahu, sepertinya kitalah yang kurang berusaha. Entah berusaha menjadikannya ada, atau berusaha menghentikannya saja.

Pada akhirnya kau juga setuju, ini skenario dari Ia yang memiliki semesta dan menggerakannya. Berkali-kali latah menyalahkan ini dan itu, yang kita pun tahu, sebenarnya bukan yang tersebut penyebabnya. Terasa sulit mengakui fakta-fakta di dalam dada, hanya membohongi mata lewat bicara. Mungkin salah kita juga yang terlalu membercandai rasa, terlalu masa bodoh dengan apa yang akan terjadi di depan sana, tapi lucunya pun terlalu takut untuk berusaha. Entah berusaha menjadikannya ada, atau berusaha menghentikannya saja.

Perihal yang tak bisa selesai karena tak pernah kita mulai, hanya akan kita telan tanpa berani banyak tanya. Sama-sama kita amini dengan kalimat paling laknat "Yasudah begini saja", sama-sama kita lengkapi dengan kalimat paling bangsat "Yasudah ikhlaskan saja", yang sama-sama tak bisa kita nista. Lalu begitulah kira-kira cerita kita, yang dari awal ingin kau jalani dengan "Mengalir saja", tanpa ada berusaha. Entah berusaha mendayung, mengarahkan, atau menenggelamkan perahunya. Entah berusaha menjadikannya ada, atau berusaha menghentikannya saja.
August 05, 2019 No comments


Setidaknya pernah satu kali, sangat ingin aku berbicara dengan Ibumu. Sambil menemaninya merawat tanaman-tanamannya di halaman rumahmu, menanyakan kabar-kabarmu di waktu sebelum aku mengenalmu. Mungkin akan kubawakan setoples biskuit jahe, atau brownies dari resep yang ia ajarkan padaku, atau satu pot anggrek bulan yang sedang mekar, yang akan ia pajang di teras rumahmu. Atau kubawakan saja ketiganya, agar kudapat sekaligus bonus omelanmu.

Akan kutanyai ia tentang masa kecilmu; apakah kau memiliki banyak teman, apakah kau senang bermain bersama adikmu, atau kau lebih suka membersamai sendirimu. Juga masa-masa ia mengandungmu; apakah kau banyak membuatnya pegal-pegal di tiap pagi dan malamnya, apakah kau membuatnya menginginkan banyak hal aneh yang tak biasa ia inginkan, apakah kau menyulitkan ia dan ayahmu. Juga masa-masa remajamu, di saat-saat kau tak pandai mendekati perempuan yang kau suka, di saat-saat kau tak terbiasa memperlihatkan patah hatimu, di saat-saat kau hanya bisa menyimpan semuanya di dalam hatimu. Bagaimana kabar-kabarmu di waktu sebelum aku mengenalmu.

Juga akan kutanya bagaimana perasaannya di hari-hari kau memutuskan untuk tak pulang ke rumahmu. Juga bagaimana perasaannya di bulan-bulan kau tak bisa tertawa lepas karena gagalmu. Juga bagaimana perasaannya di tahun-tahun ini ketika kau akhirnya menemukan untuknya seorang menantu.

Sebaliknya, akan kukabarkan padanya tentangmu di waktu setelah aku mengenalmu. Bagaimana aku perlahan bisa menjadi teman ceritamu, bagaimana kau tumbuh lebih kuat dan bijaksana, bagaimana kau akhirnya bisa menjadi manusia favoritku. Akan kusampaikan padanya tentang hal-hal yang kau rindukan tentangnya, tentang hal-hal yang kau rindukan tentang rumahmu, yang tak pernah bisa kau sampaikan karena gengsimu. Terakhir, akan kuberitahu dia betapa baik dan menakjubkannya wanita pilihanmu, meski ku hanya tahu sedikit dari ceritamu.

Setidaknya pernah satu kali, sangat ingin aku berbicara dengan Ibumu. Setidaknya hanya untuk mengenal sosok yang selalu aku kagumi, karena telah membentuk, menjadikan ada, dan membesarkan seseorang yang aku cintai; kau.
July 11, 2019 2 comments


Harus disadari akan ada saatnya rencana-rencana yang sedang kita perjuangkan ternyata gagal. Atau mungkin tak bisa dilanjutkan. Atau mungkin lebih baik tidak dilanjutkan. Bisa saja karena ada hal-hal yang terjadi diluar perhitungan, bisa saja karena kesalahan fatal yang berujung pada kebuntuan, bisa saja karena ada ketidakmampuan untuk melanjutkan perjalanan. Atau bisa saja karena muncul rencana lain yang lebih masuk di akal dan lebih 'worthy' untuk dijalankan. Atau bisa saja memang ada alasan lain. Yang pada intinya, sangat wajar jika ada beberapa rencana yang gagal dijalankan, beberapa perjalanan yang tidak bisa dilanjutkan, beberapa tujuan yang berubah di tengah jalan. Tidak apa-apa, dan tidak masalah.

Harus disadari akan ada saatnya idealisme kita harus berkompromi dengan kenyataan. Akan ada saatnya prinsip-prinsip kita harus mau mendengarkan argumen dari keadaan. Akan ada saatnya apa yang kita pegang erat-erat sejak lama itu mau tak mau harus berteman dengan melepaskan. Tapi itu semua tidak apa-apa dan tidak masalah.

Ini semua soal bagaimana kita memandangnya. Jika kita dapat melihat hal-hal ini sebagai sesuatu yang normal dan wajar, rasanya akan lebih mudah untuk diri ini menerima dan bersiap lagi melanjutkan kehidupan. Jika kita dapat melihat hal-hal ini bukan sebagai sesuatu yang buruk, rasanya akan lebih mudah kembali menguasai diri dan berpikir jernih untuk mengubah rute perjalanan. Jika kita dapat melihat hal-hal ini sebagai sebuah bagian dari proses yang semestinya sudah diperhitungkan, rasanya akan lebih mudah untuk tetap tangguh menyambut apapun yang akan terjadi dan bereaksi sesuai porsi.

Bukan, bukan menggampangkan keadaan. Hanya saja tidak perlu menganggapnya terlalu sulit juga, kan? Ya lumrah hal-hal ini memang terjadi di kehidupan. Kan kita masih punya Tuhan. Kita juga punya kawan. Kita juga punya akal pikiran. Kita juga punya jahe anget di angkringan. Selooowwww lah :)

Bukan, bukan berarti tidak boleh sedih. Merasa sedih itu manusiawi. Merasa kecewa itu pasti dialami. Tapi kan, hidup tidak cuma soal ini. Energi jangan habis hanya untuk menangisi. Energi jangan habis hanya untuk mencari-cari salah siapa ini. Energi jangan habis sampai tak menyadari masih ada hal baik yang tersisa di hari ini, bahwa ternyata masih banyak yang bisa disyukuri.

Hal yang tidak kita inginkan memang kadang terjadi. Tapi ya, tidak apa-apa. Tidak masalah. Kehidupan masih panjang, lanjutkan. Entah dengan mencoba lagi jalan yang sama, atau putar balik mencoba belokan yang sebelah sana. Yang penting, kembali bahagia ya :)
January 22, 2019 No comments


Jadi begini. Aku sudah memutuskan untuk memberitahumu ini. Bukan soal masa laluku yang tak pernah kubagi, bukan juga soal masa lalumu yang ternyata lama-lama bisa kuabaikan sendiri. Tapi soal kita di waktu-waktu nanti, jika pada akhirnya kita betul bereinkarnasi.

Aku akan memilih untuk menjadi pohon trembesi di halaman belakang rumahmu yang luas. Yang katamu rumput-rumput di kanan kiri akan rajin kau pangkas. Yang nanti di bawah rindangku akan kau ajak anakmu mendirikan tenda, melihat isi langit malam, dan membiarkan imajinasinya tumbuh bebas.

Biarkan aku memilih untuk menjadi pohon ini. Yang pada tiap pagi, kau akan menikmati kopimu sambil memandangiku yang menyembunyikan silau matahari. Yang lalu kau akan tersenyum ketika menemukan kelincimu mengintip dari balik batang kokoh ini. Yang nanti pada sore yang hangat sepulang kau bekerja, kau akan kembali tersenyum mendapati bungsumu menikmati ayunan yang kau buatkan di satu lenganku ini.

Biarkan aku bereinkarnasi menjadi pohon favoritmu. Yang akarnya akan terus kuat melekat di halaman belakang rumahmu. Yang tanpa perlu kau hiraukan pun aku sanggup untuk selalu ada di dekatmu. Yang hanya akan terus memberimu, tanpa perlu meminta sesuatu darimu.

Tapi begini. Lagi-lagi itu hanya inginku ketika nanti bereinkarnasi. Jika ternyata mati hanya berlaku satu kali dan hidup hanya bisa dijalani saat ini, maka abaikan yang tadi. Sekarang aku hanya ingin menjadi manusia egois yang memilikimu untuk diriku sendiri.
January 08, 2019 No comments

Sekali waktu aku menginginkan keutuhan. Seperti tak hanya kau raih tanganku, namun juga lengkap  kau genggam. Seperti tak hanya kau lihat mataku, namun juga kau tatap dalam dan paham. Seperti tak hanya berbicara, namun juga perlahan kau bawakan kata-kata itu ke dalam kenyataan. Yang sebelum sempat kuharapkan, justru telah kau usahakan.

Tapi sekali waktu akupun merasa cukup hanya dengan menemukan sosokmu dalam pandangan. Seperti tak harus mengunci jemarimu di sela milikku, namun cukup memperhatikan langkahmu ketika aku berjalan di belakang. Seperti tak harus menghabiskan waktu melakukan ini dan itu, namun cukup memandangimu yang sibuk menunduk membalasi pesan-pesan.Yang sebelum sempat kita permasalahkan, justru telah kita damaikan.

Pernah pula aku ingin menjadi hati yang kau jaga dan kau perjuangkan. Yang kau beri nilai dan makna, yang kau hargai pengharapan dan kehidupan. Yang sekalipun tak pernah kau merasa berat untuk mempertahankan. Yang sekalipun tak pernah kau merasa lelah untuk memberi nyaman. Yang sekalipun tak pernah kau merasa salah untuk memprioritaskan. Yang sebelum sempat ku pertanyakan, justru telah kau yakinkan.

Namun pada akhirnya, atas semua angan-anganku dan semua resah-resahku, kebahagiaanmu adalah satu-satunya jawaban untuk apa yang aku butuhkan. Dan pada akhirnya, atas semua ingin-inginku dan semua gundah-gundahku, membiarkanmu memilih hati yang akan kau jaga dan perjuangkan adalah satu-satunya jawaban untuk apa yang harus kulakukan.
September 29, 2018 No comments


Aku pernah bertanya kepada logika, apa yang seharusnya kulakukan jika kau bersiap pergi dan tak berencana untuk kembali. Dengan tenang dan berani ia menatapku, menjawab bahwa semestinya aku juga melakukan hal yang sama.

Lalu, haruskah aku?
August 23, 2018 No comments


Soal semesta yang katanya akan selalu mendukung. Tapi dikirimnya mendung, diberinya murung. Lalu terjun sampai ke perasaan-perasaan yang telah lama terkurung. Tetap saja, bukannya melepaskan pasung, justru membuat rundung hingga ke palung.

Soal semesta yang katanya bisa jadi pendukung. Yang bisa membuatkan pertemuan untuk rindu-rindu yang telah lama ditabung. Tapi, yang ada hanya kecewa-kecewa yang terus merapat, mengembang, dan menggembung. Lalu kita bisa apa, jika memang rekanya tak kunjung terhitung hingga ujung?

Soal semesta yang katanya akan selalu mendukung. Memang ia ternyata tak membantuku membuat waktu denganmu untuk sekedar membiarkan rindu bersenandung atau meluapkan apa yang mengepul di ubun-ubun. Tapi siapa yang tahu, siapa yang tahu, bisa saja semua itu masih dikandung. Yang bisa saja akan ia berikan ketika kau telah selesai merenung, telah cukup siap untuk melindung dan menanggung.

Jadi, bersabarlah jika semesta masih saja membuatmu murung. Bukan maksud ia membuatmu bingung. Percayalah, pada saatnya nanti, ia akan datang berkunjung, memihak, dan mendukung hingga doamu habis terkepung.
August 22, 2018 No comments


Tak ada yang istimewa dari kotamu. Bagiku, ia hanya salah satu di antara kota-kota sibuk, yang membuatmu melupakan tidurmu dan membuatmu merelakan umurmu. Ia tak lebih rapi dari kemeja yang kau pakai di setiap pagimu. Ia juga tak lebih bersih dari sisa makan siang di piringmu. Hanya saja, meski ia sangat membuatmu kelelahan dari pagi hingga pagi lagi, kota itu tetap jadi favoritmu.

Sungguh, tak ada yang menarik di kotamu. Jika bukan karena kau ada disana, sekedar mengunjunginya pun aku tak mau. Sama panasnya dengan Surabaya, sama sempitnya dengan Jakarta, sama sekali tak mirip Jogja yang selalu membuatku rindu. Meski begitu, kau sebut ia tempat pulangmu, kau taruh hatimu disitu.

Mungkin sebenarnya bukan hanya karena kota itu memberimu ruang untuk menjalani kehidupan, kurasa bukan hanya karena itu. Mungkin saja, karena di kota itu selepas petang, akan ada sesimpul senyuman yang meleburkan semua bebanmu. Mungkin saja, karena di kota itu selepas petang, akan ada sepasang telinga yang mendengarkan semua keluhmu. Mungkin saja, karena di kota itu selepas petang, akan ada perempuan yang tak perlu membuatmu menanggung rindu.

Tak ada yang istimewa dari kotamu. Bagiku, kota itu hanyalah kota dimana kau berhasil bahagia, tanpa aku. Dan seperti itulah bagaimana aku mengingat kotamu.
July 30, 2018 2 comments


Di sebuah ruang yang terkunci rapat di dalam sana, di antara tumpukan memori yang memenuhi sudut, ada sebuah folder biru. Folder biru adalah folder favortiku. Dimana duniaku kulipat kecil-kecil dan kumasukkan ke dalam situ. Dimana rekaman-rekaman senyumanmu kukemas hati-hati dan kumasukkan ke dalam situ. Dimana hal-hal sepele tentangmu kukumpulkan sedikit demi sedikit dan kumasukkan ke dalam situ. Dimana sosokmu waktu itu hidup di dalam situ, di dalam dunia kecilku, di sebuah folder biru.

Di sebuah ruang yang berpintu kuat di dalam sana, di samping rak-rak penuh dengan berbagai catatan masa lalu, ada sebuah folder biru. Folder biru adalah folder kesukaanku. Yang akan kudatangi ketika bahkan tempat pensilku mengingatkanku padamu. Yang akan kudatangi ketika bahkan di langit-langit kamarku terlukis wajahmu. Yang akan kudatangi ketika bahkan jalanan malam bersama lirik-lirik lirih bercumbu lalu membuatku merindukanmu. 

Di sebuah ruang dengan jendela lebar-lebar di dalam sana, di bawah lukisan-lukisan yang pernah terekam oleh mataku, ada sebuah folder biru. Folder biru adalah folder yang berisikan tentangmu. Berkali-kali kubersihkan celah-celahnya, berhari-hari kurapikan isinya, bertahun-tahun tetap kurawat tiap rasa yang ada di dalam situ. Tiap kali akan kuambil beberapa kenangan dari situ, kubawa ke kamar, kulihat-lihat sambil kuputarkan lagu kesukaanmu. Tiap hari akan kuambil beberapa memori dari situ, kujadikan mereka air-air yang akan menumbuhkan rindu yang sedang kutanam di matamu. Tiap tahun akan kupanggil ingatan-ingatan dari dalam situ, kukecup satu per satu, lalu kubiarkan mereka perlahan tumbuh menjadi nyata di dunia kecilku itu.
July 24, 2018 No comments


Satu hari di musim penghujan, aku terbangun oleh keheningan yang membusuk di sudut ruangan. Baunya menyengat kuat, menyebar ke langit-langit, mengotori dinding, hingga meredupkan perapian. Yang bisa kulihat hanya dingin, yang bisa kurasa hanya samar dan yang bisa kudengar hanya kesedihan. Tapi aku, yang masih lelah setelah berjuang memahami tiap alasan yang kau berikan, hanya mampu membiarkan. Lalu mencoba kembali lelap, lagi-lagi memaklumi kepedihan.

Satu hari di musim penghujan, aku terbangun oleh kepergian yang menangis di halaman depan. Sedunya menyiksa perasaan, menembus pintu ruang tamu yang terkunci rapat, juga mengusir kebahagiaan yang hanya tersisa di ingatan. Aku hanya menengok dari jendela, tak punya cukup kekuatan untuk menenangkan. Aku hanya ikut menyumbang satu dua tetes air hujan, yang terkumpul jadi satu di mataku karena tak cukup berani untuk memintamu mengubah keputusan. Lalu mencoba kembali terpejam, memaklumi takdir-takdir yang tak sesuai keinginan.

Satu hari di musim penghujan, aku terbangun. Entah karena ketiadaan yang telah tumbuh memenuhi rumah, entah karena kekosongan yang telah menelanku mentah-mentah, entah karena kehilangan yang telah mengambil semua yang ingin kuperjuangkan. Tapi kali ini aku bangun, membukakan pintu, membelai mereka satu per satu dan membiarkan mereka menemaniku melanjutkan kehidupan.
July 19, 2018 No comments


Akan ada seseorang yang mengingat hal-hal kecil yang kau lakukan. Yang mungkin bahkan kau tak menyadarinya, yang mungkin bahkan kau tak lagi mengingatnya. Seperti selukis senyum pada suatu sore di bulan Juni. Yang padahal kau tujukan untuk menyapa kawan lama. Yang lalu kau sambung dengan tawa karena celetukan mereka. Kau pasti sudah lupa, tapi seseorang itu hingga kini mengingatnya.

Akan ada seseorang yang mengingat hal-hal kecil yang kau lakukan. Yang mungkin bahkan tak kau hiraukan, yang mungkin bahkan tak jadi hal besar untuk kau kenang. Seperti sebuah pesan yang kau kirimkan pada malam itu di akhir pertemuan, menawarkan diri untuk mengantar pulang. Yang mungkin sebenarnya hanya sebuah sikap sopan, yang mungkin sebenarnya hanya basa-basi untuk mengisi keheningan. Kau pasti sudah lupa, tapi seseorang itu hingga kini mengingatnya.

Akan ada seseorang yang mengingat hal-hal kecil yang kau lakukan. Yang mungkin bahkan tak penting untuk kembali dibicarakan, yang mungkin bahkan tak perlu dipedulikan. Seperti teduhnya wajahmu yang datang selepas petang di sebuah perpisahan, terduduk tenang, lalu mencoba memulai percakapan. Dengan es krim yang kau jadikan teman untuk menutup kecanggungan. Kau pasti sudah lupa, tapi seseorang itu hingga kini mengingatnya.

Mungkin hal-hal kecil itu tak pernah berarti buatmu. Tapi bagi seseorang itu, seperti itulah bagaimana ia mengingatmu dan lalu merindukanmu.
July 14, 2018 No comments
Older Posts

About Me

Anggun Mayasari
View my complete profile

Instagram

Categories

  • LYRIC (4)
  • POETRY PROSE (34)
  • THOUGHT (3)
  • TRAVEL DIARY (3)

Blog Archive

  • ▼  2019 (4)
    • ▼  August (1)
      • Perihal yang Tak Bisa Selesai karena Tak Pernah Ki...
    • ►  July (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2018 (29)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  July (5)
    • ►  June (8)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
  • ►  2017 (2)
    • ►  July (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2016 (9)
    • ►  October (3)
    • ►  July (5)
    • ►  June (1)

///

Posts
Atom
Posts
All Comments
Atom
All Comments

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates