Satu Hari di Musim Penghujan

by - July 19, 2018



Satu hari di musim penghujan, aku terbangun oleh keheningan yang membusuk di sudut ruangan. Baunya menyengat kuat, menyebar ke langit-langit, mengotori dinding, hingga meredupkan perapian. Yang bisa kulihat hanya dingin, yang bisa kurasa hanya samar dan yang bisa kudengar hanya kesedihan. Tapi aku, yang masih lelah setelah berjuang memahami tiap alasan yang kau berikan, hanya mampu membiarkan. Lalu mencoba kembali lelap, lagi-lagi memaklumi kepedihan.

Satu hari di musim penghujan, aku terbangun oleh kepergian yang menangis di halaman depan. Sedunya menyiksa perasaan, menembus pintu ruang tamu yang terkunci rapat, juga mengusir kebahagiaan yang hanya tersisa di ingatan. Aku hanya menengok dari jendela, tak punya cukup kekuatan untuk menenangkan. Aku hanya ikut menyumbang satu dua tetes air hujan, yang terkumpul jadi satu di mataku karena tak cukup berani untuk memintamu mengubah keputusan. Lalu mencoba kembali terpejam, memaklumi takdir-takdir yang tak sesuai keinginan.

Satu hari di musim penghujan, aku terbangun. Entah karena ketiadaan yang telah tumbuh memenuhi rumah, entah karena kekosongan yang telah menelanku mentah-mentah, entah karena kehilangan yang telah mengambil semua yang ingin kuperjuangkan. Tapi kali ini aku bangun, membukakan pintu, membelai mereka satu per satu dan membiarkan mereka menemaniku melanjutkan kehidupan.

You May Also Like

0 comments