Ketika Kau Jatuh Secinta-Cintanya

by - May 30, 2018



Kau adalah hujan.

Ketika kau jatuh secinta-cintanya, itulah saat kau melihat seteduh hati menghindari rintikanmu. Berlari kecil dan melompat hati-hati di sebuah Rabu yang hampir berlalu. Dari keningnya kau merasakan kecupanmu, dari matanya kau menemukan tatapanmu. Itulah saat kau melihat sekuncup takdir mekar dan mengakar dengan mau.

Ketika kau jatuh secinta-cintanya, itulah saat kau memutuskan untuk menceraikan awan, memanggil kemarau dan mulai menjalin rindu. Tidak perlu bertemu sewaktu-waktu, tidak perlu bercinta selama-lamanya, begitu katamu. Kau tak mau ia mendendam basah dan membenci mendungmu. Kau tak mau ia menjadi resah dan merasa terganggu. Itulah saat kau memutuskan untuk membiarkan ia menunggu dan berharap langit menjatuhkanmu.

Kau adalah hutan.

Ketika kau jatuh secinta-cintanya, itulah saat kau melihat nyala yang berapi-api mencekik ujung daunmu. Kau pikir hanya menggelitik, namun lama-lama menyengat naik ke tangkai tipismu. Ketangguhannya membuatmu tersipu, keganasannya membuatmu makin mau. Itulah saat kau menyadari resahmu dan lukamu membahagiakanmu.

Ketika kau jatuh secinta-cintanya, itulah saat kau mencoba menggadaikan rindangmu dengan sesak dari asapmu. Katamu kau bahagia meski belum melihat anakmu bercucu, katamu kau merasa sempurna meski tak semua akan mengenangmu. Kau merasa dicinta meski wujudnya semu, kau sempat mencinta meski kisahnya terdengar pilu. Dan ia yang menjadi definisi senandung jiwamu, nyatanya tak bisa juga jika tanpamu, ia ikut meregang nyawa bersamamu. Itulah saat bahagiamu terasa merdu. Begitu ujarmu.

Tapi lalu, kau bukanlah keduanya. Kau adalah kau, kau adalah kau. 

Ketika kau jatuh secinta-cintanya, kau tak perlu menjadi hujan yang menahan rindu. Kau bisa datang dan menembus payung perempuanmu. Tak perlu bermain waktu untuk menyenangkan hati pemilik keteduhan itu. Ia nanti akan bangga dan mencintai tiap jatuhmu, lengkap dengan kelabu dan segala gemuruhmu.

Ketika kau jatuh secinta-cintanya, kau tak perlu menjadi hutan yang berkisah pilu. Kau bisa berbahagia dengan api yang jadi lenteramu. Yang membuat terang ketika bintang terlalu lelah untuk mengunjungimu, yang membuat hangat ketika pagi menarik selimutmu. Tak perlu kau kehilangan waktu untuk masa depanmu, ia akan menjadi ibu yang mencintai anak cucumu, ia akan menjadi istri yang punya banyak cinta untuk terus merawatmu.

Ketika kau jatuh secinta-cintanya, begitu pula aku kepadamu.

You May Also Like

0 comments