Kau dan Secangkir Kopimu

by - July 30, 2016



Sore itu aku melihatmu. Terbalut syal tipis dan coat favoritmu. Caramu menyisir rambut masih sama seperti dulu. Kau pun masih memakai sepatu pemberianku. Kau terduduk rapi di sudut kafe dengan secangkir kopi dan sepotong kue di mejamu. Aku tak tahu apa yang terjadi denganku. Tapi, tetiba datang lagi kenangan itu di kepalaku.

Sore itu lagi-lagi aku mengingatmu. Menarik kembali ingatan-ingatan yang sebelumnya telah pergi berlalu. Tentang kau dan senyum manismu, tentang kau dan lesung pipitmu yang terus membayangiku. Sungguh aku tertegun memandangmu. Benarkah itu dirimu, mungkinkah itu benar-benar dirimu?

Sore itu aku dibuat kalah lagi olehmu. Kupikir perpisahan tiga tahun yang lalu telah menyelesaikan urusan hatiku. Kupikir tempat ini sudah cukup jauh untuk menghindarimu. Kupikir hilangnya kabarku bisa membuat kita tak lagi bertemu. Tapi sore itu, sekali lagi mataku menangkap bayangmu.

Sore masih membiarkan bulan menunggu. Aku pun masih tak bisa mengalihkan pandanganku darimu. Begitu juga kau. Tak sekalipun kau sentuh kopimu. Pun dengan kue yang mulai lelah menunggu gigitanmu. Kau hanya terdiam disana, tenggelam dalam lamunanmu. Entah apa yang sedang membebanimu, entah siapa yang tengah merenggut pikiranmu. Yang pasti, sesuatu itu bukanlah aku.

Sore itu jelas kau kembali membelah hatiku, mencabik lagi bagian-bagian yang dulu pernah terluka karenamu. Ketika kau tak mau lagi berjalan beriringan denganku. Ketika kau tak lagi menginginkan genggaman tanganku. Ketika kau memutuskan untuk tak ingin lagi bertemu denganku. Ketika kau bilang aku tak perlu lagi mengenalmu.

Sore sepertinya memang tak membiarkan waktu beranjak maju. Lantas mulai meradanglah hatiku. Kenangan-kenangan itu tetiba menyerang perasaanku. Ia lalu menusuki lagi hati yang membiru. Pedih-pedih itu datang kembali dan berhasil mengulitiku. Hingga semuanya sesak di paru, dan detik berikutnya jatuhlah air mataku. Pisau yang dulu memberiku luka kini kembali menyayatku.

Sore itu aku tak berani bahkan hanya untuk lebih lama lagi memandangmu. Kuseret kaki yang mulai kaku, kulangkahkan lagi pergiku untuk menghindarimu. Mencoba menghapus lagi dirimu dari hidupku. Mencoba meyakinkan lagi bahwa sore itu tak perlulah aku mendekatimu dan menanyaimu,

"Bagaimana kabarmu?"

You May Also Like

0 comments