Lithuania Travel Diary: Vilnius Rasa Jogja #2

by - June 12, 2018

Saya nggak pernah menyangka akan bisa menemukan suasana-suasana Jogja di tempat sejauh ini. Entah mungkin sekangen itu saya dengan Jogja dan isinya, atau sebenarnya Vilnius memang cukup istimewa juga.

INI BUKAN KM NOL MALIOBORO LHO YA


GEREJA-GEREJA DI KOTA TUA

Pemberhentian pertama kami adalah Vilnius Cathedral. Bangunan luarnya megah dengan enam pilar besar dan tinggi di bagian depan yang setelah saya baca-baca merupakan adopsi dari gaya neoklasik. Di depan katedral terdapat Bell Tower. Pengunjung bisa mendapat pemandangan kota tua ini dari puncak Bell Tower. Namun karena hari itu tutup, jadi saya juga tidak sempat masuk dan membuktikannya.

Ketika kami masuk, sepertinya misa pagi baru saja dilangsungkan. Masih banyak orang yang duduk disana, namun acara sudah selesai. Sebenarnya saya cukup kaget juga melihat isi gereja. Menurut saya ini gereja paling simpel yang pernah saya lihat selama ini. Tidak banyak patung maupun ukiran-ukiran, hanya pilar tinggi dengan lukisan.

Vilnius Cathedral
Sebetulnya logikanya sama. Jika di Indonesia banyak masjid dan mushola karena penduduknya mayoritas muslim, maka tak heran jika disini terlihat gereja dimana-mana karena mayoritas penduduknya memeluk agama katholik. Sama juga ketika tiap masjid memiliki keunikan tersendiri, begitu pun gereja disini. Itulah salah satu alasan kenapa saya suka masuk dan melihat-lihat isi gereja.

St. Jono Church

Bernardine Church
St. Theresa Church
St. Anne Church

FYI, ada 40 gereja di kota Vilnius. Sayangnya, tidak semua gereja yang berada di kota tua pun sempat kami kunjungi karena waktu yang terbatas dan rute yang sudah kami tentukan sebelumnya. Dan jika sebelumnya banyak yang bertanya apakah oke-oke saja bagi kami dua perempuan berjilbab untuk masuk-masuk gereja, maka akan saya jawab: Ya, tidak ada masalah dan tidak ada yang melarang. Kami juga tahu diri kok untuk tidak mengganggu jika ada kegiatan/ibadah yang sedang berlangsung. 

PILIES GATVE

Jalan utama yang kami susuri di kota tua adalah Pilies gatve atau jalan Pilies. Jalan ini khusus untuk pejalan kaki. Kanan kiri terdapat kafe, restoran, toko es krim, juga penjual souvenir. Gang-gang kecilnya minta dilirik, sudut-sudutnya punya sesuatu yang mampu mengundang langkah-langkah kami. Bayangkan saja kurang lebih seperti jalan Malioboro tanpa mobil dan motor melintas. Sayangnya kurang band angklung ala Malioboro.

Salah satu warung wine

Sebenarnya saya memang lebih menikmati jalan-jalan yang seperti ini, yang santai bagai di pantai. Saya tidak terlalu memaksakan harus ke tempat-tempat iconic yang selalu dikunjungi turis. Saya lebih suka berjalan santai melihat ini itu yang tidak 'wah', cukup melihat orang-orang bercengkrama, mengamati cara mereka menikmati hari itu, juga jika saya sedang bersama partner saya lebih senang mengobrol tentang apapun. 

Di Pilies gatve ini saya juga hanyut dalam suasana sekitar, hingga terkadang masih lupa saya lagi berada di tempat yang tidak biasanya. Terlalu sibuk mengomentari hal-hal tidak penting, bertanya-tanya sendiri pertanyaan bodoh, juga bercanda receh dengan kawan saya semasa SMP ini. Jadi saya juga jadi lupa foto-foto yang banyak di jalan ini.

LITERATU GATVE

Masuk ke salah satu gang di Pilies Gatve, terdapat Literatu Gatve. Jalannya sempit dan tidak terlalu panjang. Di sepanjang dinding jalan tersebut, tertanam karya-karya seni dari seniman Lithuania. Ya, semacam gallery di dinding. Jadi ceritanya, di jalan ini pernah tinggal seorang penyair yang terkenal di Lithuania, Polandia, dan Belarusia. Karena itulah jalan ini dinamai Literatu atau Literatai (Literatur). Pembuatan open gallery ini merupakan proyek tahun 2008 oleh sekumpulan seniman Lithuania dengan tujuan menghidupkan kembali jalan ini. Begitu.

Literatu Gatve
Literatu Gatve
Literatu Gatve
Literatu Gatve
Anggap saja sebagai ganti saya tidak ke ARTJOG ya, hehehe. Walaupun jelas sekali suasana dan karya-karyanya tidak dapat disamakan apalagi dibandingkan. Intinya saya menikmati dan menyempatkan untuk mengamati pula tiap karyanya. Sok-sok mencari arti dan motivasi si seniman gitu kenapa bikin karya seperti itu. Hehe.

Ohya, ada yang istimewa di hari itu. Sebenarnya hari itu saya tidak hanya menikmati kota tua Vilnius. Saya juga menikmati rasa rindu sekaligus rasa lega telah menemui sesuatu yang lama hilang. Hari itu, saya menemukan diri saya.

Pembicaraan saya dan kawan saya tak hanya soal nostalgia masa SMP atau belokan-belokan kehidupan. Tak hanya soal si ini sudah sukses disini, si itu sudah lulus disitu, atau si apa sudah apa dimana. Jauh lebih penting, kawan saya menyadarkan hal penting yang saya rasa sudah saya lupakan sejak lama. Tentang sebuah identitas. Kembali menjadi diri saya, terlepas bagaimana lingkungan saya.

Hidup di lingkungan yang jauh berbeda dengan di Turi, tentu mengubah saya. Awalnya mengubah cara pikir, kebiasaan, dan akhirnya menjadi karakter. Awalnya saya bisa banget tuh nyapa duluan, setidaknya senyumin yang papasan mata waktu jalan, ngajak kenalan orang baru, peka kanan kiri, atau mendengarkan pendapat si ini dan si itu. Tapi lama-lama saya tidak betah juga untuk tetap seperti itu ketika lingkungannya tidak seperti itu. Jadi cuek dan dingin. Jadi tidak bisa basa-basi dan jadi tidak peduli. Jadi tidak bisa bergaul dan jadi merasa apa-apa harus bisa sendiri. Pokoknya, sumpah deh. Hari itu saya sedikit lebih bisa mengenali diri saya lagi, si orang Turi. Berkat kawan saya. Hehehe.

Perjalanan saya di Vilnius belum selesai. Ada satu tempat lagi yang memang dari awal menarik perhatian saya karena unik dan ajaib, yaitu Republik Uzupis. Iya, ada republik di ibukota. Tempat yang ternyata paling bikin saya ingat dan kangen Jogja, si kota unik dan ajaib juga.

You May Also Like

0 comments